Saturday, April 18, 2009

Orang Terkaya AS dan EBP


Oleh Ninok Leksono

"Aset paling berharga bagi perusahaan pada abad ke-21 adalah
pengetahuan dan pekerja terdidik. Pengetahuan telah menjadi modal bagi
pembangunan ekonomi, menggantikan sumber daya alam yang tidak dapat
menjadi andalan lantaran dapat terdepresiasi, bahkan memunculkan
perusakan lingkungan yang ujungnya merugikan umat manusia". (Peter
Drucker, Management Challenges for the 21st Century)

Pekan silam terbit daftar orang terkaya Amerika versi majalah Forbes.
Yang menarik, urutan teratas masih—untuk ke-14 tahun
berturut-turut—ditempati pendiri Microsoft Corp Bill Gates, dengan
harta sekitar 59 miliar dollar AS (sekitar Rp 560 triliun). Pada
urutan ke-4 ada Larry Ellison, pendiri dan CEO Oracle, dengan kekayaan
26 miliar dollar AS.

Perubahan terjadi pada daftar 10 orang terkaya. Untuk pertama kalinya
tahun ini masuk dua pendiri perusahaan Google Inc, yakni Sergey Brin
dan Larry Page, di urutan ke-5. Kekayaan kedua mogul berusia 34 tahun
ini membesar empat kali sejak tahun 2004 dan tahun ini menjadi sekitar
18,5 miliar dollar AS. Nilai saham perusahaan mereka meningkat 500 persen.

Nama-nama lain dalam daftar Forbes tersebut berasal dari kalangan
investor, sementara urutan kedua diduduki oleh mogul kasino. Di luar
itu, harga minyak yang membubung juga membantu meningkatkan kekayaan
juragan (baron) minyak bersaudara, Charles dan David Koch, yang tahun
ini menempati urutan ke-9 dengan kekayaan 17 miliar dollar AS.

Mengamati daftar di atas, satu hal yang menggelitik adalah tampilnya
sosok-sosok yang berusaha di bidang teknologi informasi (TI), dalam
hal ini Microsoft, Oracle, dan Google. Tampaknya, tampilnya
orang-orang tersebut menggantikan citra lama bahwa yang bisa menjadi
orang terkaya adalah mereka yang berusaha di sektor pertambangan,
otomotif, atau usaha konvensional lain.

Dari satu sisi, ini seperti menyiratkan atau membenarkan penilaian
bahwa peluang ekonomi, atau perekonomian itu sendiri, telah berubah,
yaitu dari ekonomi berbasis sumber daya (resource-based economy) ke
ekonomi berbasis pengetahuan (EBP) atau knowledge-based economy.

Seperti disitir oleh Peter Drucker di atas, sumber daya (alam) tidak
dapat diandalkan karena dapat terdepresiasi. Pada sisi lain, ilmu
pengetahuan justru terus berkembang.

Kekuatan "knowledge"

Seperti diuraikan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Prof Zuhal
dalam bukunya (mengenai daya saing, yang segera terbit), selama
sejarah umat manusia sumber daya alam, seperti tanah, mineral, minyak
bumi, dan hutan, merupakan modal kesuksesan banyak bangsa, tetapi kini
sumber daya alam bukan faktor utama lagi.

"Orang kini telah menemukan kekuatan baru yang nonfisik dan selalu
terbarukan, itulah yang disebut knowledge atau ilmu pengetahuan,"
tulisnya.

Bill Gates jelas contoh yang paling spektakuler. Ia bukan tuan tanah,
bukan pemilik tambang minyak, atau emas, bukan industrialis, dan bukan
diktator yang memiliki tentara yang sangat kuat. Untuk pertama kalinya
dalam sejarah umat manusia, didapati bahwa manusia terkaya di dunia
bermodalkan knowledge, dalam hal ini adalah pengetahuan tentang komputasi.

Ditambahkan bahwa nilai semua logam emas yang pernah ditambang dalam
sejarah umat manusia, dari zaman sebelum Mesir kuno sampai penambangan
modern, seperti di Freeport, termasuk berbagai cadangan negara,
seperti cadangan Amerika Serikat di Fort Knox, bernilai hanya kurang
dari nilai enam perusahaan komputer/TI, yakni Microsoft, Intel, IBM,
Cisco, Lucent, dan Dell. Jadi, nilai perusahaan TI di atas sungguh
besar dan pasti jauh lebih besar lagi kalau Google dan Oracle dimasukkan.

Dalam kolom iptek ini, 5 September silam, telah diulas pentingnya
peran technopreneur, yakni wirausaha bidang teknologi, dalam merespons
perkembangan zaman. Selain menelurkan tenaga-tenaga TI yang kapabel,
pendidikan itu sendiri diharapkan bisa mengembangkan jiwa kewirausahaan.

Dalam soal terakhir itu, riwayat hidup tokoh seperti Bill Gates, juga
orang-orang terkaya dari bidang TI di atas, bisa disimak. Bill Gates
seharusnya bangga karena tahun 1973 ia diterima di Universitas Harvard
yang amat bergengsi. Namun, pada tahun awal ia sudah men-DO-kan diri
karena ingin mencurahkan segenap tenaga dan pemikirannya untuk
Microsoft, perusahaan yang didirikan tahun 1975 dengan teman semasa
masih remaja, Paul Allen. Mereka seperti mendapat "wangsit" dan itu
lalu menjadi keyakinannya bahwa PC akan menjadi alat yang sangat
berguna di setiap kantor dan di setiap rumah sehingga mereka lalu
terpanggil untuk membuat program untuk PC.

Di sinilah tampak betapa kecerdasan Gates mampu melihat apa yang akan
terjadi pada masa depan dan menangkap apa yang akan dibutuhkan. Lebih
dari itu, ia memberanikan diri memenuhi panggilan hidup untuk membela
visi yang diyakini tersebut dengan mendirikan perusahaan.

Hal yang sama juga diperlihatkan orang terkaya lain, Larry Ellison. Ia
mendirikan Oracle tahun 1977 dengan mengerahkan semua uang 2.000
dollar AS miliknya. Riwayatnya juga tidak seluruhnya bulan purnama
karena tahun 1990 Oracle dilanda krisis dan nyaris bangkrut. Di luar
itu, Oracle survive dan kini banyak disebut sebagai perusahaan pembuat
perangkat lunak nomor dua di dunia.

Merespons zaman baru

Menanggapi zaman (ekonomi) baru ini, Indonesia tentu saja harus
merespons kalau tak mau semakin tertinggal. Menteri Komunikasi dan
Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh sempat menyebut perlunya dicapai
massa kritis agar TI memberi manfaat berarti bagi pertumbuhan
Indonesia. Maksud Menkominfo adalah tentu tidak saja pengetahuan TI
semakin merasuk dalam sendi kehidupan bangsa, tetapi juga berarti
karena tenaga TI yang mencapai massa kritis akan lebih mudah
menggerakkan semangat kewirausahaan.

Dalam kaitan EBP, sebenarnya bidang yang terbuka tidak semata TI
karena elemen fundamental di sini adalah pada aspek daya saing, yang
muncul karena adanya keunggulan kompetitif, bukan lagi keunggulan
komparatif.

EBP—yang mulai sering disebut-sebut di sini pada awal
1990-an—menyiratkan bahwa negara tidak dapat bersandar pada ekonomi
semata, tetapi juga pada semua aktivitas kehidupan warganya dalam
proses penciptaan, pemanfaatan, dan pendistribusian pengetahuan.
Penerapan EBP dimaksudkan untuk memacu daya saing, produktivitas, dan
pertumbuhan dengan pendekatan baru, melalui pendidikan, inovasi,
pemanfaatan TI, meluaskan jejaring kerja sama, dan—yang tidak kalah
pentingnya menurut Prof Zuhal—adalah melalui pemberian peranan baru
yang berbeda kepada pemerintah.

Sejumlah negara, seperti Norwegia (yang kini terkenal dengan salmon
dan ekspor migasnya) dan juga Finlandia (dengan industri telepon
selulernya) adalah contoh sukses melalui penerapan EBP. Indonesia
dalam hal ini pun perlu menetapkan langkah, kalaupun bukan untuk
menciptakan "orang terkaya", untuk memperbaiki perikehidupan rakyat
pada umumnya.

Sumber :
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/26/utama/3868149.htm
19 April 2009

Sumber Gambar :
http://www.kimbrooke.com/graphics/bill-gates-impersonator.jpg

No comments:

Post a Comment